Kamis, Januari 06, 2011

Betty Suryaningsih

Berbicara tentang Aris Djunaedi yang tampil pada edisi beberapa waktu lalu tidaklah lengkap kalau kita tidak tahu siapa dibalik itu semua. Dan di hari pertama tahun 2011 ini, orenoyume membuat janji bertemu dengan seorang anak muda yang peduli dengan anak-anak di kawasan Rawamalang tersebut.
Kami bertemu sehabis magrib di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan blok M. Dan dia adalah Betty Suryaningsih atau sering dipanggil Ibet. Ibet datang bersama 2 anak dari Rawamalang yaitu Pipit yang saat ini kelas 5 SD dan Neni kelas 1 SMP.
Hari itu Pipit dan Neni baru saja menimba pengalaman dengan membantu Ibet bekerja di kantornya. Dan selain untuk memberikan pengalaman berharga untuk anak-anak tersebut, menurut Ibet dia ingin menunjukkan pada kawan-kawan di kantor bahwa adik-adik dari Rawamalang adalah anak-anak yang mandiri dan mereka sudah bisa menjalankan banyak tugas yang selama ini dilakukan oleh orang dewasa. Mereka layak kita dukung untuk terus berkembang agar bisa menemukan potensi diri mereka yang terbaik.
Kesan yang mendalam mengenai Ibet adalah ketika sehabis kegiatan bersama di TIM dalam acara Festifal Budaya Anak 2010 beberapa waktu yang lalu. Dalam suasana hiruk pikuk anak-anak yang masih memancarkan kegembiraan mengikuti acara tersebut mereka telah bersiap-siap untuk pulang. Bus metromini tua yang mereka sewa telah parkir di pinggir jalan raya dan menunggu anak-anak untuk segera naik. Sambil berlarian anak-anak berebut naik dan mereka saling mendahului untuk duduk. Dengan sabarnya Ibet mencoba mengatur anak-anak tersebut agar bisa rapi dan semua bisa muat dalam kendaraan tersebut karena ternyata jumlah anak dan beberapa orang dewasa yang ada saat itu melebihi kapasitas bus.
Kondisi saat itu sangat ramai dengan teriakan dan celotehan anak-anak yang ingin segera naik ataupun yang berebut tempat duduk. Ibet berusaha menenangkan dengan berteriak pula namun suara dia tidak bisa menembus keriuhan anak-anak. Ibet terlihat dengan sabar tetap berusaha mengatur anak-anak, berkali-kali kadang naik mengatur yang di dalam dan kemudian keluar lagi untuk mengatur yang masih di luar.
Pada suatu saat saya melihat tiba-tiba Ibet tidak menuju ke dalam bus tapi malah ke arah belakang bus. Disana dia mendongakkan wajahnya yang terlihat lelah tapi tetap berusaha tegar ke arah langit yang hitam gelap serta membentangkan kedua tangannya keatas, dan saya lihat dia berteriak dengan seluruh suaranya, “Akuu ingin punya bis sendiriiiii..........!!!”.
Saya termangu melihat kejadian itu! Tidak banyak yang menyadari kejadian itu, tapi saya melihatnya! Suatu kondisi yang sangat luar biasa! Ya Tuhan, kabulkanlah doa hambamu yang sedang berusaha dengan segala upaya untuk berbagi kebahagiaan dengan sesamanya itu...., hanya  itu yang bisa saya lakukan dan pikirkan saat itu...
Kami berempat memutuskan ngobrol di sebuah restoran pizza karena ternyata Pipit dan Neni ingin mencoba es krim yang ada di restoran tersebut. Dan saya sempatkan menanyakan beberapa hal terkait aktifitas Ibet selama ini.

Menurut mbak Ibet, apa hal-hal menarik selama mbak Ibet bersama mereka?
Apa ya, kalau pengalaman menarik banyak ya dik? (sambil Ibet menengok ke arah Pipit dan Neni yang sedang asyik menikmati es krim-nya).
Hal paling menarik itu menurut saya yang pas lagi pertama naik mobil.

Waktu naik mobil kemana mbak?
Ke TIM (Taman Ismail Marzuki, red). Pada waktu itu kita ke planetarium. Waktu itu ada temen aku ngajak nonton bioskop, sekaligus ke planetarium. Karena memang waktu itu kita dijatah hanya 15 orang anak kalau nggak salah. Itu anak-anak SD.
Pas berangkatnya itu memang kita sebenarnya disewain kendaraan, disewain metromini gitu kan. Cuma kita nggak tahu dari awal, apakah kita bener dapet atau nggak. Gitu..., jadi apa namanya. Akhirnya anak-anak nabung, begitu mereka nabung kita naik mobil umum. Kita putuskan naik mobil umum. Anak-anak dianter ke depan pake motor...
Jadi akhirnya kita naik bus, pas naik bus cuman anak-anak kan tidak terbiasa keluar. Karena lingkungan mereka, yang pasti lingkungan yang membuat mereka sulit keluar. Karena memang jauh dari jalan protokol, jauh pula ke pelosok lagi. Akhirnya pas kita naik kendaraan, hal pertama yang lucu tu, mereka kan nabung tuh pake duit mereka sendiri. Jadi pas ngumpul di taman, itu memang saya sengaja menukar duit jadi duit seribuan, seribuan yang baru. Jadi anak-anak yang nggak punya ongkos seribuan itu kita tukar dulu. Disitu anak-anak pada ngasih duit ke aku, tuker ke seribuan. Itu maksudnya biar bayar metro mininya bisa seribu. Itu taktik kita, biar anak-anak nggak bayar dua ribu.
Akhirnya sudah, mereka bayar seribu. Alhamdulillah ada yang bisa seribu, tapi ada juga yang nggak karena komplain keneknya. Mereka memang akhirnya banyak bisa bayar seribu tapi dengan syarat duduk satu bangku bertiga.
Turun di Tanjung Priok. Di Tanjung Priok naik mobil, ya biasa ya mungkin orang-orang inikan – agak jengah dengan anak-anak banyak gitu kan. Itu saat itu aku bawa sekitar 20an anak. Dibantu beberapa kakak relawan mereka, nah di mobil itu kejadiannya. Karena baru pertama kali ya. Naik mobil umum, keluar, jauh lagi kan, aku di patas 14. Penumpang juga seperti itu, nggak nggak terima ngelihat banyak anak.
Dan tiba-tiba ada yang muntah! Ada yang muntah, ada yang pingsan, itu ada yang..pura-pura pingsan. Saat itu bener-bener sesuatu yang sangat apa ya, mungkin kalau orang yang nggak terbiasa, yang nggak mukanya tebel, malu kali sama penumpang ya!
Apa lagi ada 20an anak di mobil itu, yang kondisinya itu hampir semuanya – hampir semuanya terkapar! Ada anak yang cuman diem aja, dieem aja karena nggak terbiasa untuk ngomong, akhirnya sampe muntah gitu. Dia takut gitu. Tapi ada juga anak yang memanggil-manggil, dari depan sampai belakang itu ada yang teriak-teriak, “mbak Ibet, yang ini..ini.., mbak Ibet yang ini..ini..” gitu kan. Ya,aku sih pasang muka tebel aja. Tapi para penumpang wajahnya udah, ya gimana mungkin sebenarnya mungkin mereka terganggu. Dengan kondisi mereka terganggu, mereka kan pengen nyaman. Pengen pergi sampai tujuan dengan nyaman. Jadi, aku pasang muka tebel ke penumpang, cuman bisa ngomong, “maaf ya bu...maaf...” segala macem gitu. Ya ada yang ngerti ada yang nggak.
Tapi memang satu-satunya cara saat itu biar mereka nggak ngerasain maboknya itu, ya aku cuekin! Memang harus dicuekin! Cuekin aja, biarin aja mereka begitu meskipun memang kadang-kadang kita perhatiin. Perhatiin gitu, kita samperin kenapa gitu..
Nah gitu sampe akhirnya aku pikir mobil itu lurus langsung ke tugu tani kan itu deket, eh ternyata itu belok ke Gatot Subroto. Jadi aku pas sampai di perempatan itu, aku ke depan. Ke depan penumpang, dan aku dah nggak peduli biar anak-anak nggak stress. Dan aku teriak sambil loncat, hee...sebentar lagi sampai! Sebentar lagi sampai...! Langsung dong mereka, seger mukanya! Wow sudah mau sampai! Sudah mulai seger lagi. Nah penumpangnya yang nggak bisa ngebantu gitu, mereka marah mereka sebel dan segala macem. Mereka bilang, mbak masih jauh – masih jauh! Tapi saya tetap cuek dan saya bilang, sebentar lagi...sebentar lagi! Tapi memang karena masih jauh, ada si Andre kalau nggak salah – pingsan! Saya sudah kuatir juga tuh, tapi ternyata nggak. Ketika sampai tugu tani kita bilang turun, turun! Di tengah-tengah jalan diberhentiinnya. Tapi untungnya mereka kerjasamanya bagus. Kakak-kakak baik yang di depan dan di belakang jagain adik-adiknya turun dari bis. Mereka semua kelihatan ceria lagi...
Mereka pikir benar-benar sudah sampai, nggak kepikir kita kan harus naik mobil lagi karena sudah terlambat. Nah waktu aku bilang, yuk kita naik mobil lagi. Langsung deh, wajah mereka lesu lagi, karena mereka mungkin sudah trauma dengan muntahnya itu karena memang nggak pernah naik mobil...

Berapa orang yang sampai muntah begitu?
Itu hampir semuanya! Termasuk dia juga muntah (Ibet menunjuk Pipit dan Neni). Kamu muntah kan?

Bawa plastik atau apa waktu itu?
Wah, nggak kepikir untuk itu. Ada yang bawa plastik tapi ada yang tidak. Yang bawa plastik lucunya siapa ya, dia meganginnya pas di kepalanya temennya sehingga temennya itu di kepala ada muntahan...
Tapi salutnya aku dari mereka tuh, mereka saling menjagain karena sedang jalan keluar. Keluar dari lingkungan gitu. Jadi mereka saling menjagain. Itu yang aku suka dari mereka. Kalau masalah muntah ma aku nggak peduli. Ya mereka mau muntahnya gimana, itu hal wajar. Cuman memang saya harus ngasih pengertian ke penumpang. Gitu aja sih. Karena penumpang nggak semua mau nerima. Tapi ada saat itu, sampe itu kita dikata-katain. Anak-anak itu dikata-katain. Yang itu saya samperin. Anak-anak nggak pernah keluar jadi jangan anak-anak yang disalahin saya bilang. Kalau misalnya itu terjadi sama anak ibu yang nggak pernah keluar kemana-mana dan segala macam kondisinya seperti ini bagaimana gitu saya bilang.
Tapi yang bikin saya heran, ketika sudah sampai di Taman Ismail Marzuki, mereka main lari-larian! Sama sekali nggak kelihatan habis sakit, nggak kelihatan habis muntah, nggak kelihatan habis pingsan! Adanya saya yang geleng-geleng kepala...

Ngomong-ngomong, dengan kegiatan ini dalam jangka pendek mungkin apa mimpi mbak Ibet?
Kalau mimpi aku, ada minimal satu aja ada anak berhasil dari mereka. Tapi aku lihat di sini bukan satu orang saja, karena memang sebagian besar dari mereka itu sangat punya potensi. Cuman kesempatan mereka nggak punya. Ada yang aku pengen agar mereka bisa kuliah. Kayak adik-adik ini juga. Minimal mereka bisa sekolah sampai SMA....

Ternyata banyak hal-hal menarik yang Ibet alami selama aktif dalam kegiatan yang dia lakukan sejak tahun 2007 bersama anak-anak Rawamalang ini. Dan bisa kita bayangkan, jika mimpi Ibet bisa berhasil. Paling tidak kalau ada satu anak dari lingkungan Rawamalang tersebut bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, bisa menunjukkan bahwa merekapun akan bisa jika mereka berusaha, maka efek domino dari semangat yang tumbuh pada anak-anak tersebut pasti akan mempengaruhi pola pikir dan cara pandang masyarakat di sana menjadi lebih baik.
Dan saat ini ada Djuned, ada Wawan, dan ada anak-anak yang lain yang masih membutuhkan dukungan serta perhatian dari kita semua. Mereka membutuhkan kesempatan, mereka sedang berusaha untuk bisa maju dan seperti kata Djuned, bisa menonjolkan nama kampung mereka dengan prestasi!
Pada tahun 2011 ini Ibet dan anak-anak Rawamalang sudah mempunyai beberapa agenda kegiatan yang akan mereka lakukan bersama. Dan saat ini anak-anak sedang menabung untuk mewujudkan mimpi tersebut....

0 komentar:

Posting Komentar